Pendidikan Setengah Hati
Oleh: Indra Setiawan SPd.
Oleh: Indra Setiawan SPd.
Banyak orang kini telah menyadari arti penting mutu suatu pendidikan.
Dan Jika kita menyebarkan angket tentang ini dapat kita pastikan seratus
persen akan menjawab sangat setuju bahwa pendidikan menentukan mutu dan
kualitas suatu bangsa. Tidak terkecuali pula masyarakat yang kurang
pendidikannya pasti akan menjawab yang sama. dan jika kita memang sudah
tampak adanya kepedulian pemerintah untuk mewujudkan hal ini. ini dapat
kita lihat dari adanya undang-undang guru dan dosen yang sudah mulai
diterapkan utamanya dalam melakukan sertifikasi guru sebagai upaya untuk
meningkatkan profesioanlitas guru.
Dengan mengacu pada UU No.14/2006, tentang guru dan dosen kita bisa
memahami keseriusan pemerintah dalam upayanya meningkatkan kualitas
pendidikan di negeri ini. Namun yang kemudian menjadi pertanyaan adalah,
bagaimana pelakasanaan UU tersebut dapat dijalankan dengan efektif dan
berhasil guna? mungkinkah peningkatan kualitas dan profesionalitas guru
dapat diwujudkan sementara kita masih melihat masih banyak manipulasi
data guru dan segala pernak-pernik kelengkapan yang harus disiapkan guru
dalam rangka sertifikasi guru.
Kita juga tahu bahwa dalam pengangkatan guru saja, pemerintah masih
kecolongan. Sebagai contoh adalah ketika pengangkatan guru kontrak yang
kemudian bermetamorfosis menjadi guru PTT yang kelak menjadi PNS.
Seandainya saja panitia pengangkatan guru kontrak itu mau turun lebih
kebawah lagi melakukan investigasi, niscaya akan banyak ditemukan para
guru kontrak yang telah melakukan manipulasi (jika tidak dikatakan penipuan)
yang disetujui dan ditandatangani oleh kepala sekolah dimana keterangan
tersebut dikeluarkan. Yang sangat nyata adalah keterangan lama bertugas.
Ada seorang guru yang sesungguhnya tidak bertugas di satu sekolah tetapi
keluar keterangan bahwa dia bertugas disekolah tersebut. Lebih gilanya lagi
keterangan lama bertugas yang bisa mengalahkan mereka yang telah bertugas
sebenar-benarnya di sekolah tersebut. Kenapa hal ini bisa terjadi...?
jawabannya adalah KKN.
Dari kasus tersebut, apakah masih bisa kita mengakui validitas dari
sertifikasi guru sementara beberapa guru yang kelak akan disertifikasi
adalah mereka yang untuk menjadi guru telah melalui proses yang tidak
jujur. Atau apakah sertifikasi hanya melihat kemampuan dan kompetensi
guru dalam hal membuat administrasi kelas dan segala prestasi fiktif
yang sangat mungkin bisa saja dari proses yang tidak jujur...? Kini
juga marak penyelenggaraan berbagai seminar dan pelatihan yang orienta
sinya semata-mata untuk mencari sertifikat.Ini adalah masalah yang juga
harus diselesaikan oleh pemerintah.
Kemudian, dalam hal pencapaian kurikulum yang diukur dengan adanya UN
yang hanya diwakili oleh empat bidang studi saja. Sementara prestasi
belajar dibidang studi lainnya dikesampingkan. Walau tidak dianggap
tidak penting tetapi fakta dilapangan mengatakan itu. Kalau kita mau
jujur, sesungguhnya ini adalah pengkebirian ilmu di dunia pendidikan
kita. Bagaimana mungkin seorang siswa dianggap tidak layak untuk melan
jutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi hanya karena segelintir
bidang studi tidak dikuasainya dengan baik...? sementara mereka memiliki
prestasi yang bisa jadi sangat gemilang di bidang studi lainnya yang
tidak diujikan secara nasional! Mengapa seleksi kemampuan siswa tidak
diberlakukan saja di sekolah lanjutan yang akan mereka tuju? disana
setiap sekolah dapat menentukan sendiri standar kelulusan siswa yang
akan mereka terima dengan standar bahan uji yang mereka susun sendiri
berdasarkan visi dan misi sekolah bersangkutan. Cukuplah UN hanya sebagai
bahan komparasi kualitas antar sekolah dan lulusannya. Jadikanlah UN
layaknya EBTANAS ditahun-tahun terdahulu.
Sampai detik ini terus terang, saya tidak bisa menangkap paradigma berfikir
seperti apa yang dipakai oleh para penentu kebijakan pendidikan di negeri
ini. Bukankah manusia adalah makhluk yang unik yang dia akan berkembang
manakala adanya pengakuan bahwa mereka memiliki potensi dan kelebihan yang
berbeda dari lainnya sehingga masing-masing dapat bersinergi dengan baik dalam
membangun sebuah peradaban. ..??? Tidakkah kita menyadari bahwa pohon pisang
tidak akan pernah menghasilkan buah mangga? ataupun pohon durian tidak akan
pernah menghasilkan buah anggur? demikianlah perumpamaan sebuah sekolah yang
menanam banyak potensi bagaikan beragamnya pepohonan dalam sebuah ladang dan
kebun yang luas.
Ada yang mengatakan segala keputusan yang diambil sudah melalui proses
penelitian dan kajian yang mendalam! Saya Jawab: Benarkah....? apakah ini
hanya sebuah apologi agar kita yang berpendapat berbeda tidak boleh bersuara
karena kita berbicara hanya berdasarkan wawasan kita yang sempit dan kita
belum melakukan penelitian dan kajian mendalam...? tetapi kenyataannya banyak
fakta membuktikan bahwa pada akhirnya setiap daerah dengan komponen lembaga
pendidikannya berusaha memanipulasi hasil UN tersebut dengan cara dan
keahliannya masing-masing. Efektifkah kebijakan ini semua???
Anggaran pendidikan yang pernah ditargetkan 20% kini juga masih menjadi
tanda tanya apakah mungkin direalisasikan ataukah akan tetap menjadi
komoditi politik para politikus dinegeri ini? Meskipun Mendiknas telah
menjanjikan tahun depan 2009 anggaran pendidikan akan direalisasikan 20%,
tetapi kenyataannya hingga saat ini saja masih banyak guru yang menunggu
kenaikan gaji mereka yang pernah dijanjikan akan dinaikan pada tahun ini
(2008)sebesar 20% dari gaji pokok (kalau gak salah). Belum lagi keluhan
banyak sekolah negeri yang dana BOS dan BOP yang selalu molor sehingga
untuk membayar guru honor saja harus ngorek-ngorek sumber lainnya. Bagai
mana kualitas dan profesionalitas guru dan tenaga pendidikan akan terwujud
serangkan dalam peningkatan kesejahteraan hidup mereka saja tidak profesional!
Perlu diingat oleh kita semua bahkan sudah seharusnya menjadi catatan
sejarah Indonesia bahwa hingga saat inipun pemerintahan SBY-JK masih
belum menjadikan pendidikan sebagai skala prioritas utama dalam pembang
unan bangsa. Maka wajar saja jika banyak pihak yang meragukan pernyataan
Bambang Sudibyo (mendiknas) diatas. Pemerintahan SBY-JK masih meletakan
investasi, ekspor, peluang kerja, revitalisasi pertanian,perikanan dan
kehutanan,percepatan pembangunan infrastruktur dan pengelolaan energi
sebagai skala prioritas utamanya. Layakkah jika kita katakan bahwa Nageri
ini masih menjalankan Pendidikan Setengah Hati...??? Wallahu 'alam.
Dan Jika kita menyebarkan angket tentang ini dapat kita pastikan seratus
persen akan menjawab sangat setuju bahwa pendidikan menentukan mutu dan
kualitas suatu bangsa. Tidak terkecuali pula masyarakat yang kurang
pendidikannya pasti akan menjawab yang sama. dan jika kita memang sudah
tampak adanya kepedulian pemerintah untuk mewujudkan hal ini. ini dapat
kita lihat dari adanya undang-undang guru dan dosen yang sudah mulai
diterapkan utamanya dalam melakukan sertifikasi guru sebagai upaya untuk
meningkatkan profesioanlitas guru.
Dengan mengacu pada UU No.14/2006, tentang guru dan dosen kita bisa
memahami keseriusan pemerintah dalam upayanya meningkatkan kualitas
pendidikan di negeri ini. Namun yang kemudian menjadi pertanyaan adalah,
bagaimana pelakasanaan UU tersebut dapat dijalankan dengan efektif dan
berhasil guna? mungkinkah peningkatan kualitas dan profesionalitas guru
dapat diwujudkan sementara kita masih melihat masih banyak manipulasi
data guru dan segala pernak-pernik kelengkapan yang harus disiapkan guru
dalam rangka sertifikasi guru.
Kita juga tahu bahwa dalam pengangkatan guru saja, pemerintah masih
kecolongan. Sebagai contoh adalah ketika pengangkatan guru kontrak yang
kemudian bermetamorfosis menjadi guru PTT yang kelak menjadi PNS.
Seandainya saja panitia pengangkatan guru kontrak itu mau turun lebih
kebawah lagi melakukan investigasi, niscaya akan banyak ditemukan para
guru kontrak yang telah melakukan manipulasi (jika tidak dikatakan penipuan)
yang disetujui dan ditandatangani oleh kepala sekolah dimana keterangan
tersebut dikeluarkan. Yang sangat nyata adalah keterangan lama bertugas.
Ada seorang guru yang sesungguhnya tidak bertugas di satu sekolah tetapi
keluar keterangan bahwa dia bertugas disekolah tersebut. Lebih gilanya lagi
keterangan lama bertugas yang bisa mengalahkan mereka yang telah bertugas
sebenar-benarnya di sekolah tersebut. Kenapa hal ini bisa terjadi...?
jawabannya adalah KKN.
Dari kasus tersebut, apakah masih bisa kita mengakui validitas dari
sertifikasi guru sementara beberapa guru yang kelak akan disertifikasi
adalah mereka yang untuk menjadi guru telah melalui proses yang tidak
jujur. Atau apakah sertifikasi hanya melihat kemampuan dan kompetensi
guru dalam hal membuat administrasi kelas dan segala prestasi fiktif
yang sangat mungkin bisa saja dari proses yang tidak jujur...? Kini
juga marak penyelenggaraan berbagai seminar dan pelatihan yang orienta
sinya semata-mata untuk mencari sertifikat.Ini adalah masalah yang juga
harus diselesaikan oleh pemerintah.
Kemudian, dalam hal pencapaian kurikulum yang diukur dengan adanya UN
yang hanya diwakili oleh empat bidang studi saja. Sementara prestasi
belajar dibidang studi lainnya dikesampingkan. Walau tidak dianggap
tidak penting tetapi fakta dilapangan mengatakan itu. Kalau kita mau
jujur, sesungguhnya ini adalah pengkebirian ilmu di dunia pendidikan
kita. Bagaimana mungkin seorang siswa dianggap tidak layak untuk melan
jutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi hanya karena segelintir
bidang studi tidak dikuasainya dengan baik...? sementara mereka memiliki
prestasi yang bisa jadi sangat gemilang di bidang studi lainnya yang
tidak diujikan secara nasional! Mengapa seleksi kemampuan siswa tidak
diberlakukan saja di sekolah lanjutan yang akan mereka tuju? disana
setiap sekolah dapat menentukan sendiri standar kelulusan siswa yang
akan mereka terima dengan standar bahan uji yang mereka susun sendiri
berdasarkan visi dan misi sekolah bersangkutan. Cukuplah UN hanya sebagai
bahan komparasi kualitas antar sekolah dan lulusannya. Jadikanlah UN
layaknya EBTANAS ditahun-tahun terdahulu.
Sampai detik ini terus terang, saya tidak bisa menangkap paradigma berfikir
seperti apa yang dipakai oleh para penentu kebijakan pendidikan di negeri
ini. Bukankah manusia adalah makhluk yang unik yang dia akan berkembang
manakala adanya pengakuan bahwa mereka memiliki potensi dan kelebihan yang
berbeda dari lainnya sehingga masing-masing dapat bersinergi dengan baik dalam
membangun sebuah peradaban. ..??? Tidakkah kita menyadari bahwa pohon pisang
tidak akan pernah menghasilkan buah mangga? ataupun pohon durian tidak akan
pernah menghasilkan buah anggur? demikianlah perumpamaan sebuah sekolah yang
menanam banyak potensi bagaikan beragamnya pepohonan dalam sebuah ladang dan
kebun yang luas.
Ada yang mengatakan segala keputusan yang diambil sudah melalui proses
penelitian dan kajian yang mendalam! Saya Jawab: Benarkah....? apakah ini
hanya sebuah apologi agar kita yang berpendapat berbeda tidak boleh bersuara
karena kita berbicara hanya berdasarkan wawasan kita yang sempit dan kita
belum melakukan penelitian dan kajian mendalam...? tetapi kenyataannya banyak
fakta membuktikan bahwa pada akhirnya setiap daerah dengan komponen lembaga
pendidikannya berusaha memanipulasi hasil UN tersebut dengan cara dan
keahliannya masing-masing. Efektifkah kebijakan ini semua???
Anggaran pendidikan yang pernah ditargetkan 20% kini juga masih menjadi
tanda tanya apakah mungkin direalisasikan ataukah akan tetap menjadi
komoditi politik para politikus dinegeri ini? Meskipun Mendiknas telah
menjanjikan tahun depan 2009 anggaran pendidikan akan direalisasikan 20%,
tetapi kenyataannya hingga saat ini saja masih banyak guru yang menunggu
kenaikan gaji mereka yang pernah dijanjikan akan dinaikan pada tahun ini
(2008)sebesar 20% dari gaji pokok (kalau gak salah). Belum lagi keluhan
banyak sekolah negeri yang dana BOS dan BOP yang selalu molor sehingga
untuk membayar guru honor saja harus ngorek-ngorek sumber lainnya. Bagai
mana kualitas dan profesionalitas guru dan tenaga pendidikan akan terwujud
serangkan dalam peningkatan kesejahteraan hidup mereka saja tidak profesional!
Perlu diingat oleh kita semua bahkan sudah seharusnya menjadi catatan
sejarah Indonesia bahwa hingga saat inipun pemerintahan SBY-JK masih
belum menjadikan pendidikan sebagai skala prioritas utama dalam pembang
unan bangsa. Maka wajar saja jika banyak pihak yang meragukan pernyataan
Bambang Sudibyo (mendiknas) diatas. Pemerintahan SBY-JK masih meletakan
investasi, ekspor, peluang kerja, revitalisasi pertanian,perikanan dan
kehutanan,percepatan pembangunan infrastruktur dan pengelolaan energi
sebagai skala prioritas utamanya. Layakkah jika kita katakan bahwa Nageri
ini masih menjalankan Pendidikan Setengah Hati...??? Wallahu 'alam.
2 komentar:
setuju..!
Blog Kiki 8.2 : cayutbutut.blogspot.com
Blog Iqo 8.2 : matoolhaq.blogspot.com
Posting Komentar